Selasa, 18 September 2007


GUBUK & ISTANA; MIMPI...

Aku selalu berusaha menatapnya, seringkali
Meski aku tahu itu mimpiku
Tidak! aku masih waras
Itu hanya mimpi
Yah, hanya mimpi

Istana tak mungkin berubah gubuk di tepian samudera
Ia menjulang tinggi
Membuat siapapun yang ingin melihat harus menengadah
Memandanginya bagai sang rakyat menyambut rajanya
Tinggi sekali

Aku sudah lelah
Semua telah berlalu
Aku tak mau bermimpi lagi
Aku harus bangun dari tidur panjangku
Gubuk itu... setialah!
Temani aku
perjuanganku...
jejak langkahku...

Jember, 21 Januari 2007

Senin, 17 September 2007

DUDUK DIANTARA DUA KAKI LANGIT


Dan jiwa-jiwapun bertahta
Diantara bukit-bukit kegundahan
Menyibak lembaran kertas kematian
Merambah mendaki matahari
Duduk diantara dua kaki langit
Dan sebuah keniscayaan menjadi nyata

Merambah mendaki matahari
Duduk diantara dua kaki langit
Kenistaan terpahat dalam jiwa
Berurat
Berakar
Dan kesempurnaan adalah nun jauh di sana

Merambah mendaki matahari
Duduk diantara dua kaki langit
Jiwa-jiwa merunduk dalam kegelisahan
Meratap kidung kenistaan
Karena hidup adalah penantian

Jember, awal Januari 2005

MIMPI ITU


Sejarahku...
Tak berbekas
Tak berjejak
Hilang
Tak ada memory
Nostalgia bagiku adalah mimpi tak berujung
Nisbi

Aku meratap di bilik kasihMu
memandangi hamparan anugerahMu
Sepi, bungaMu telah layu
Merunduk lesu dalam bongkahan istana
Rindu, mengikuti jejak asmara yang hilang
Tangis, bagai jalan tak bertepi

Nostalgiaku…pergilah!

Jember, 21 Januari 2007
Saat sang senja mengembang

Rabu, 12 September 2007

Sahabat Sejatiku

Sahabatku…….
Yang lalu…..
Namamu tak terukir dalam catatan harianku,
Asal usulmu tak hadir,
Dalam diskusi kehidupanku
Sampai saat ini pun…
Wajah wujudmu tak terlukis
Dalam sketsa mimpi~mimpiku….
Indahnya suaramu tak terekam dalam pita bathinku
Namun sahabat……….
Kau hidup mengaliri semangat kehidupanku
Mengapa sahabat……?
Karena kau adalah anugrah terindah dari Tuhan untukku
Syair ini dkutip dari novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman el Shirazy

PUISI...

Puisi adalah serpihan hati. Dia hadir oleh panggilan alam. Membentang di tengah hiruk pikuknya dunia. Dia tak pernah takut dengan muramnya kehidupan, karena dia adalah representasi dari kehidupan. Satu hal yang tak pernah terlupakan dalam sejarah kehidupan manusia.

Kadang kala kita memahami puisi tak lebih dari sekedar pelarian saja atas tajamnya kerikil dunia. Tentu saja anggapan demikian tak berdasar sama sekali. Karena saya sadar banyak hal dalam hidup yang mungkin untuk dihadirkan lewat torehan estetis yang menggerakkan hasrat hidup. Pada posisi ini puisi kemudian menjadi jalan utama.
Dalam keadaan apapun kita tidak hendak membela “makhluk” puisi ini—dia hadir dengan eksistensinya sendiri. Dia hidup dan menghidupkan setiap jiwa yang mati oleh gelapnya dunia.

Dengan demikian puisi adalah ungkapan hidup yang hakiki. Keindahannya adalah nilai estetik hidup. Kematian baginya adalah impian, oleh karena di dalamnya bermuara sungai kehidupan yang kekal abadi. Aku ingin hidup dengannya. Aku rindu bersamanya.



Jember, 7 Juli 2006

Hari Yang Kelabu

“Dia memasangkan cincin ini dijari manisku,
dan dia meminta aku untuk tidak melepaskannya
dalam keadaan apapun”
Kalimat ini bak gelombang tsunami
yang kedahsyatannya telah meluluh lantakkan
seluruh bangunan masa depan
yang telah kita bangun sejak setahun yang lalu
Pahit memang
Tapi itulah hidup

"Hidup adalah pilihan"
Kata ini sungguh mendalam artinya
Tatkala kesunyian merambah bangunan jiwa
menepis segala keceriaan hidup
maka akankah kita lihat senyum itu, tawa itu?

Aku ingin bermimpi seperti dahulu,
menghayalkan betapa indahnya masa depan
yang akan kita jalani berdua
Aku ingin tersenyum sekali lagi dalam tidurku
Mengigau menikmati keindahan sang khayal
Mungkin ini haruslah aku pendam dalam-dalam
Sudahlah...
Semua telah berakhir
Betapapun kau mengurai dengan santun cerita itu,
di hatiku tetap terasa pedih
Entah kata apa yang dapat menggambarkan tangisan jiwa ini
Kalimat pun tak cukup bermakna
dari apa yang telah aku bangun selama ini
Bangunan masa depan yang kini tinggal puing

Makhluk kecil...
kembalilah dari tiada ke tiada
Berbahagialah dalam ketiadaanmu*)
Dan sang langitpun bertirai mega


Catatan: *) bagian ini penulis kutip dari buku GIE, Catatan Seorang Demonstran (2005). Gie tulis bait puisi ini mengiringi kepergian kekasih pujaan hatinya.